Ihsan Dalam Beramal

Assalamu'alaikum wr wb,

Amal akan menjadi amal yang baik jika hanya dilakukan dengan ikhlas kepada Allah dan sesuai dengan hukum syara'. Oleh karena itu, para imam dari Ulama Salaf senantiasa mengumpulkan dua unsur pokok ini. Al Fudlail bin 'Iyadl dalam menjelaskan firman Allah:
".......agar Dia menguji kamu siapa diantara kalian yang terbaik amalnya" (QS.Al Mulk 2)

mengatakan :"yang terbaik amalnya adalah yang terikhlas dan terbenar amalnya". Ketika ditanya:"Wahai Abu Ali apa yang terikhlas dan terbenar ?"

Dia menjawab:"Sesungguhnya amal yang benar tetapi tidak dilakukan dengan ikhlas, tidak diterima. Dan jika dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak dengan cara yang benar juga tidak diterima. Amal itu hanya bisa diterima kalau ikhlas dan benar. Ikhlas hanya bisa terwujud jika amal itu dilakukan hanya karena Allah Ta'ala. Dan amal yang benar hanya bisa dicapai dengan mengikuti sunnah Nabi saw."

Dari Sa'id bin Zubair ia berkata:"Tidaklah diterima suatu perkataan melainkan diiringi amal,dan tidak akan diterima perkataan dan amal kecuali disertai dengan niat, dan tidak akan diterima perkataan,amal dan niat kecuali disesuaikan dengan sunnah Nabi saw."

Seperti yang tertulis diatas (QS.Al Mulk 2), Allah tidak mengatakan yang terbanyak amalnya (aktsaru amala) melainkan terbaik amalnya (ahsanu amala ),jadi jelas disini bahwa nilai amal tsb bukan dari kuantitasnya melainkan kualitasnya.

Telah diriwayatkan dari Abi Umamah bahwa sesungguhnya dia berjalan melewati seorang lelaki yang sedang sujud, ia berkata:"Alangkah baiknya kalau sujud itu dirumahmu !" Dari sini dapat dimengerti wajibnya memelihara ikhlas dan niat yang baik pada seluruh amal. Sah dan diterimanya amal disisi Allah adalah dengan niat. Oleh karena itu bukanlah hal yang aneh apabila para Ulama menganggap hadits:"Hanyasanya amal-amal itu dengan niat. Dan setiap orang dinilai niatnya" (HR. Bukhari, Muslim) menjadi salah satu diantara tiga hadits yang menjadi pedoman Islam. I

Imam Abi Al Qasimy Al Qusyairiy mengatakan:"Ikhlas adalah menjadikan tujuan taat satu-satunya hanyalah kepada Allah SWT Yang Maha Benar. Artinya tidak untuk mengambil hati kepada makhluk, mencari pujian orang-orang, atau makna lain taqqarub kepada Allah Ta'ala.

Ibnu Qutaibah dalam kitabnya yang berjudul Uyunul Akhbar menuturkan tentang Maslamah bin Abdul Malik dan pasukannya yang mengepung sebuah benteng yang kokoh. Di dinding benteng itu ada sebuah lubang. Orang-orang yang dekat dengan lubang tersebut saling menyuruh untuk memasukinya, tetapi tidak ada seorangpun yang memasukinya. Kemudian datang seorang dari pasukannya yang tidak dikenal lalu memasuki lubang itu dan selanjutnya Allah memenangkan pasukan Maslamah atas benteng itu.
Maslamah menyeru:"Di mana orang yang telah memasuki lobang itu ?", tetapi tidak ada yang menjawab seruan itu. Kemudian ia berkata:"Sesungguhnya aku memerintahkan agar penjaga mengizinkan orang yang memasuki lobang untuk masuk ketempat Maslamah kapan saja dia datang".
Kemudian datanglah seorang laki-laki, kepada penjaga ia berkata:"Izinkanlah aku menemui Amir (Maslamah bin Abdul Malik)".
Penjaga itu bertanya:"Apakah engkau orang yang memasuki lobang".
Dia menjawab:"Saya akan mengabarkan tentang dia".
Penjaga itu datang kepada Maslamah melaporkannya dan Maslamah mengizinkan orang tersebut.

Orang itu berkata kepada Maslamah:"Sesungguhnya orang yang memasuki lobang itu meminta engkau berjanji:

1. Agar tidak memuliakan namanya, artinya tidak menuliskan namanya dalam suratmu kepada Khalifah.

2. Janganlah engkau perintahkan stafmu untuk memberikan sesuatu (hadiah-hadiah) kepadanya.

3. Janganlah engkau bertanya tentang siapa dia, artinya dari kabilah mana dia.

Maslamah menjawab:"Ya,aku berjanji untuknya".
Laki.laki itu berkata:"Sayalah orangnya". Setelah peristiwa itu Maslamah senantiasa berdoa di dalam shalatnya: „Ya Allah jadikanlah aku bersama orang yang memasuki lobang benteng" Alangkah indahnya ucapan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah takkalabeliau mengisyaratkan pengaruh dari kekikhlasan seseorang kepada Allah SWT: „Kadar pertolongan Allah kepada para hambaNya hanyalah sesuai dengan kadar niat-niat yang mereka canangkan. Siapa saja yang sempurna niatnya, sempurna pula pertolongan Allah kepadanya. Siapa saja yang kurang niatnya, kurang pula pertolongan Allah kepadanya".

Diantara tanda-tanda keikhlasan dalam diri seseorang adalah rasa tunduk kepada kebenaran dan mau menerima nasihat walaupun dari orang yang tidak setara dengannya. Ia pun tidak merasa sempit di dunia ini kalau kebenaran ternyata nampak pada orang lain.Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Tahzibul-al Tahzib menuturkan contoh sikap tsb dalam biografi Ubaidillah bin Al Hasan Al Ambary, salah seorang pemuka penduduk Basrah yang menjadi Ulama mereka serta menjadi Qodli di sana. Abdurrahman bin Mahdi, muridnya berkata:"Ketika kami sedang mengurus jenazah, guruku ditanya sebuah masalah lali ia salah menjawab". Maka aku berkata kepadanya:"Semoga Allah memperbaikimu. Jawab soal itu mestinya begini...begini". Dia diam sejenak lalu berkata:"Kalau begitu saya akan kembali kepada kebenaran. Menjadi pengekor dalam sebuah kebenaran lebih kusukai daripada menjadi pemimpin dalam kebatilan. Diantara tanda keikhlasan adalah tidak berani gampang berfatwa dan memutuskan hukum. Oleh karena itu,kebanyakan para Ulama salaf selalu memelihara dirinya dari memberikan fatwa. Diriwiyatkan dari Abdurrahman bin Abilaila bahwa ia berkata:"Aku telah bertemu seratus dua puluh orang sahabat Rasulullah saw. Salah seorang diantara mereka ditanyai suatu masalah lalu melemparkannya kepada yang lain lalu kepada yang lain lagi sampai soal itu kembali ke orang yang ditanyai pertama kali. Sedangkan orang yang suka ditanyai biasanya adalah orang yang tidak ahli menjawab. Insya Allah yang sedikit ini ada manfaatnya, khususnya untuk penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. Yang benar datangnya dari Allah swt dan yang salah tidak lain adalah kekhilafan manusia biasa.

Wassalamu'alaikum wr wb,